INDSATU – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali mengingatkan masyarakat Sumatera Barat untuk tidak mengendorkan kewaspadaan terhadap kesiapsiagaan terhadap segala ancaman bencana. Khususnya ancaman Megahtrust Mentawai 1797. Hal ini dikarenakan zona Megahtrust 1797 belum melepaskan kekuatan dalam rentang waktu 200 tahun lebih.
Dari 3 zona megahtrust yang mengintai Sumatera Barat, memang hanya zona Mentawai 1797 yang belum melepaskan kekuatan gempa. Dua zona megahtrust yang lain seperti Zona Megahtrust Nias sudah melepaskan kekuatan pada tahun 1861 dan 2005. Kemudian zona Megahtrust Pagai Selatan sudah melepaskan kekuatan pada tahun 1833 dan 2007.
Kepala BNPB Letjen TNI Dr Suharyanto mengatakan peringatan kembali ini disampaikan kepada masyarakat Sumatera Barat dari analisa data BMKG yang dirilis Agustus 2024 silam. Dimana dalam data tersebut menyebutkan Selat Sunda dan Mentawai-Siberut ada potensi besar yang “Tinggal Menunggu Waktu”.
Kedua wilayah ini memiliki lempengan yang terus bergerak, namun selama ratusan tahun belum mengeluarkan kekuatannya. Hal ini bias memicu gempa besar atau istilahnya Seismic Gap.
Seismic Gap memang harus diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat.
“Kami tidak pernah bosan untuk mengingatkan terus masyarakat Sumatera Barat untuk tidak kendor dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana. Khususnya ancaman bencana Megahtrust Mentawai. Karena sudah ratusan tahun, Megahtrust Mentawai belum juga melepaskan kekuatannya,” ucap Suharyanto dalam Kuliah Umum tentang Penanggulangan Bencana yang dihelat di Kampus Universitas Andalas, Kota Padang, Sumatra Barat pada Rabu (7/5/2025) dalam rilis yang diterima Kamis (8/5/2025).
BNPB juga telah memetakan lokasi yang harus dihindari jika terjadi gempa besar Megahtrust Mentawai. Seperti Bandara Internasional Minangkabau, Pemukiman dan sungai serta pelabuhan karena kawasan ini lebih rendah daripada laut,” katanya.
Kawasan bandara, jelasnya, runwaynya hanya berjarak 400 meter dari bibir pantai, dengan potensi tergenang 3 meter.
Dilihat dari data BMKG yang menjadi referensi BNPB, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono lebih rinci menjelaskan ancaman bahaya Megahtrust Mentawai 1797 di situs resmi BMKG.
Bahkan diterangkan juga hingga saat ini, belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya), sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya.
“Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat,” imbau Daryono.
Antisipasi Dampak Megahtrust
Kepala BNPB Suharyanto mengajak masyarakat untuk mengantisipasi dampak gempa megahtrust dan tsunami di Sumbar dengan beberapa antisipasi:
1. Membuat sempadan pantai yang berisikan pohon-pohon sehingga bisa mereduksi tinggi gelombang dan juga arus tsunami sebelum menyentuh bandara.
“Ke depan kita bahu membahu, di pinggir menjadi kawasan hutan pantai yang dibuat untuk menjadi pelindung bandara internasional Minangkabau,” ungkapnya.
2. Antisipasi bebatuan di pantai-pantai Kota Padang yang bisa terbawa gelombang tsunami dan memperparah bencana
“Saat ini bibir pantai di Kota Padang, diperkuat dengan batu-batu. Untuk kondisi normal baik mencegah abrasi pantai tetapi ketika terjadi tsunami, bisa menjadi peluru karena akan terpental langsung menuju ke pemukiman menghantam rumah-rumah,” jelasnya.
Dirinya mengungkap fakta bahwa saat tsunami di Aceh, kapal-kapal besar terbawa gelombang tsunami hingga ke pemukiman warga dan merusak bangunan yang dilewati.
“Waktu tsunami aceh, kapal sebesar itu bisa sampai ke darat, apalagi batu-batu yang ada di sepanjang pantai itu. Ini perlu dipikirkan untuk masa depan,” tegas Suharyanto.
3. Kawasan yang rawan akan tsunami ialah wilayah-wilayah di Kota Padang yang memiliki sungai
“Kemudian di kawasan sungai, arus tsunami lebih cepat ketika melewati sungai yang melalui pemukiman,” ujarnya.
Menanggapi potensi bencana tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara melakukan simulasi evakuasi secara berulang di tempat-tempat yang berpotensi.
“Terkait itu sudah dilakukan simulasi kedaruratan, di Mentawai ketika ada gempa dan tsunami waktu menyelamatkan diri hanya 7 menit. Untuk Kota Padang sekitar 20 sampai 25 menit. Ini perlu dilatih kepada masyarakat, jadi masyarakat tahu ketika ada informasi bencana harus lari ke tempat aman,” harap Suharyanto. (*)
Sumber : Sorot.id.
0 Komentar